Kamis, 26 Februari 2015

Kampung Kedua

Oktober 2010 merupakan sejarah baru dalam hidupku. Ku katakan sejarah baru, karena pada bulan itulah aku akan memasuki gerbang kehidupan baru, meninggalkan kehidupan lama yang sudah ku geluti selama 20 tahun. Yah, selama 20 tahun itu aku berprofesi sebagai jurnalis. Dari pagi sampai dinihari ku habiskan waktu di pemberitaan. Dan, pada Oktober 2010 semua aktivitas aku itu berakhir. Aku terkena PHK (pemutusan hubungan kerja).

"Yah, cukup sudah aku bekerja sebagai jurnalis. Kini saatnya aku mencoba kehidupan baru," gumamku dalam hati saat menerima pesangon dari manajemen kantor tempat aku bekerja.

Dan sejak aku terkena PHK, aku tidak berusaha sedikitpun untuk mencari pekerjaan baru. Waktu yang sangat luang itu aku manfaatkan untuk memulihkan tenaga, pikiran, serta semangat, yang selama ini telah terkuras habis. Syukurnya, istriku seakan memberi peluang bagi untuk berpikir jernih dalam mencari pekerjaan baru.

Akhirnya aku memutuskan untuk refreshing ke luar kota. Kebetulan saat itu emak ku (sekarang sudah almarhumah) hendak berkunjung ke rumah dua adikku di kota Lubuk Sikaping, Pasaman, Sumatera Barat.

"Ti, abang ikut emak ya ke Lubuk Sikaping. Sekalian mau jumpa Atun dan Abi (nama kedua adikku)," ujar ku kepada istriku, Ramayanti. Janjiku sama istri hanya seminggu di Lubuk Sikaping.

Akhirnya, berangkatlah aku bersama emak ke Lubuk Sikaping dengan menggunakan transportasi bus, dengan masa tempuh perjalanan lebih kurang 17 jam.

***

Seminggu lebih sudah aku tinggal di rumah adikku, Atun. Dan selama itu pula tak ada aktivitas lain yang ku kerjakan selain selain berkunjung ke rumah adikku yang lain, Abi. Namun tiba-tiba emak menyarankan aku untuk melihat pasar.

"Mi, coba main-main ke pasar. Mana tau di sana ada peluang usaha," kata emak kepadaku. Ya, aku memahami kegusaran hati emak yang melihat diriku sudah tidak punya kerjaan lagi.
"Ya mak, nanti Ami main-main ke pasar," jawabku.

Akupun akhirnya mengikuti saran emak. Dua pasar tradisional yang ada di Lubuk Sikaping aku kunjungi. Dan dari survey kecil-kecilan itu akhirnya aku memutuskan untuk berdagang. Kepada adik aku sampaikan niatku itu, dan alhamdulillah kedua adikku mendukung rencana itu. Mereka pun memberiku sedikit modal usaha. Jadilah aku berdagang jilbab. Kebetulan waktu di kota Medan, aku juga berdagang.

Tak terasa tiga tahun aku berjuang di Lubuk Sikaping. Tak hanya berdagang, pekerjaan lain yang selama ini tak pernah ku kerjakan di Medan aku laksanakan di ranah Pasaman. Mulai dari karyawan pasar malam sampai menggali sumur pun aku kerjakan. Semua demi memenuhi kebutuhan istri dan anak-anakku, yang saat itu masih berdomisili di kota Medan. Namun, Allah belum membukakan pintu sukses bagiku. Polemik rumahtangga sempat mencuat karena aku belum bisa memenuhi kebutuhan finansial untuk istri serta ketiga anakku.

Menyesalkah aku yang telah memutuskan untuk 'hijrah' ke Lubuk Sikaping? Sampai detik ini tak pernah sedikitpun muncul kata penyesalan dalam diriku. Kendati bumi Pasaman belum menawarkan kesuksesan dalam kehidupan ku, namun aku sudah terlanjur jatuh cinta. Rasanya seperti ada magnet yang menarik kakiku untuk tidak beranjak dari kota kecil Lubuk Sikaping. Walaupun saat ini aku berada di Pulau Jawa, tapi itu hanya sekadar menunaikan tugas. Hati ku tetap terpaut dengan Lubuk Sikaping. Bahkan istriku sudah berencana untuk menjadikan Lubuk Sikaping sebagai tempat menghabiskan hari tua kami.
***

Selama lebih kurang tiga tahun berada di Lubuk Sikaping, banyak pengalaman yang ku alami. Baik suka maupun duka. Dan aku pun banyak memiliki teman baru di sana. Namun, dari sekian banyak pengalaman yang ku rasakan, ada satu hal yang sulit aku melupakan dan meninggalkannya begitu saja. Yakni keindahan alam Pasaman.


Bagiku, alam Pasaman sangat mempesona. Udaranya sejuk dan bersih. Hutan-hutannya masih perawan. Hampir seluruh wilayah Pasaman sudah aku kunjungi. Semuanya menawarkan pesona yang sulit untuk dikatakan, apalagi dilupakan. Karena pesona alaminya itulah aku mendaulat ranah Pasaman sebagai kampung kedua ku. Tanah kelahiranku sebenarnya adalah kota Medan.

Sayangnya, keindahan alam ranah Pasaman itu belum dikelola secara profesional. Beragam pesona yang ditawarkan baru bisa dinikmati oleh penduduk Pasaman sendiri. Belum tereksploitasi. Padahal apa yang tidak dimiliki oleh Pasaman.

Pasaman termasuk daerah yang kaya. Buminya banyak menyimpan 'harta karun'. Keindahan alamnya selalu membuat mata sulit terpejam. Pasaman termasuk daerah kaum pejuang. Pada zaman perjuangan dulu, Pasaman merupakan pusat pergerakan Tuanku Imam Bonjol dalam memerangi kaum penjajah. Selain Tuanku Imam Bonjol, ada beberapa tokoh pejuang lainnya yang lahir di bumi Pasaman.

Disamping itu, salahsatu kecamatan di Pasaman yakni Bonjol, merupakan daerah lintasan garis khatulistiwa. Tapi kenapa Pasaman belum bisa menjadi destinasi wisata? Pertanyaan inilah yang terus menggelayuti pikiran saya sampai kini.

Padahal kalau Pemerintah Kabupaten Pasaman yang sekarang dipimpin Bupati Benny Utama mau berbuat, banyak hal yang bisa dilakukan. Dari beberapa 'kunjungan' yang saya lakukan selama berdagang dan menjadi karyawan pasar malam, banyak objek wisata yang bisa dikelola dan menghasilkan devisa bagi pemerintah kabupaten. Seperti kawasan Rimbo Panti yang memiliki pusat air panas. Memang tempat pemandian air panas Rimbo Panti sudah dikelola dan dijadikan objek wisata. Namun belumlah dikelola secara profesional dan hanya dinikmati sebatas penduduk lokal.

Di Kecamatan Bonjol ada Museum Imam Bonjol yang berdiri satu lokasi dengan Tugu Equator. Di daerah Lubuk Layang, terdapat sebuah prasasti. Sementara di Dusun Tanjung Medan, Kecamatan Panti, terdapat sebuah candi yang menurut perkiraan adalah peninggalan Hindu atau Budha. Di Kecamatan Mapat Tunggul terdapat Bukit Teletabis. Masih banyak lagi sebenarnya potensi-potensi wisata yang bisa dikembangkan, seperti Puncak Rao.

Semua potensi wisata itu bisa dikembangkan. Salahsatu cara adalah menggandeng pihak swasta dalam pengelolaannya. Disamping itu, Pemerintah Kabupaten Pasaman dalam hal ini Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga harus berani mempromosikan beragam keindahan alam Pasaman. Apakah dengan cara menyebarluaskan booklet/brosur, promo lewat media cetak atau elektronik, atau melakukan expo.

Keindahan Pegunungan Bukit Barisan yang turut memagari alam Pasaman dapat dijadikan destinasi wisata, seperti dengan mengembangkan wisata adventure. Aliran sungainya yang bersih dan deras juga bisa dijadikan wisata petualangan. Keanekaragaman hasil bumi dapat diolah menjadi wisata kuliner. Adat yang kental dan beragam kesenian daerah yang dimiliki bisa dikreasikan menjadi wisata budaya.

Selama dua tahun terakhir dalam kegiatan balap sepeda internasional 'Tour de Singkarak', Kabupaten Pasaman dijadikan salahsatu etape. Ini sebenarnya peluang emas bagi pemerintah kabupaten untuk mempromosikan keindahan alam Pasaman. Jangan jadikan peluang berharga itu terbuang percuma.

Yah, inilah sekelumit pandangan saya terhadap kampung kedua ku, ranah Pasaman. Keindahan alamnya yang sungguh mempesona sebenarnya dapat menghasilkan pundi-pundi rupiah bagi masyarakat dan pemerintah kabupaten. Sekarang tinggal kemauan masyarakat, khususnya Pemerintah Kabupaten Pasaman, untuk mengangkat derajat bumi yang indah dan kaya raya ini. Saya tak rela Pasaman dipandang sebelah mata oleh daerah-daerah lain. Karena bagi saya, keindahan alam Pasaman sama dengan keindahan yang dimiliki daerah lain.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar