Rabu, 18 November 2015

Sang Ajudan

Sejak pukul lima sore Febry sudah berdandan di depan cermin besar di dalam kamarnya. Putar sana putar sini. Sudah lima pasang baju dinas ajudan berupa baju safari dicobanya. Namun satupun tak ada yang berkenan di hatinya. Mula-mula baju safari warna hitam berlengan pendek dicobanya. "Ah, tak cocok!" katanya. Lalu dicobanya baju yang berlengan panjang. "Terlalu sempit," katanya.
Diambilnya lagi baju safari berwarna coklat berlengan panjang, juga tak berkenan di hatinya. Ganti lagi dengan baju berlengan pendek, ternyata kurang pantas menurutnya. Akhirnya dia memutuskan memakai baju berwarna putih lengan panjang dan memakai dasi berwarna biru. Setelah itu, dia berputar-putar lagi di depan cermin untuk merapikan rambutnya. Ada sekitar dua jam Febry berdandan di depan cermin. Bagaikan pangeran yang hendak kedatangan seorang permaisuri. Mungkin kalau cermin bisa bersuara, pasti dia mengatakan "Muaaaakkkk....."
Usai berdandan, Febry lantas mengerjakan shalat magrib. Untuk urusan yang satu ini, Febry patut diacungkan jempol walaupun shalatnya hanya cukup dikerjakan dalam tempo sesingkat-singkatnya, satu menit. Selesai shalat, dengan langkah terburu-buru dia pamitan kepada mamanya. "Ma, awak pergi dulu ya."
"Kemana," kata mamanya.
"Pak bupati malam ini akan menghadiri acara jamuan makan malam pak gubernur di rumah dinas," jawab Febry sambil mencium tangan mamanya.
"Hati-hati ya," ujar mamanya mengingatkan.
"Oke Ma." Febry langsung tancap gas dengan motor Honda Beat pinjamannya.
Febry memang baru bertugas selama satu bulan sebagai ajudan bupati. Sebagai seorang ajudan yang baru, Febry tentu tak ingin mengecewakan Bapak Bupati baik dari segi disiplin waktu, sikap dan juga soal gaya penampilan.
Jarak rumah Febry dengan rumah Pak Bupati memang tak begitu jauh. Dalam tempo sepuluh menit Febry sudah sampai di rumah Pak Bupati. Setelah memarkirkan motornya di garasi, Febry langsung menghadap Pak Bupati. "Bagaimana Pak, sudah siap?" tanya Febry.
"Sudah. Mari kita berangkat," jawab Pak Bupati.
Febry pun bergegas memanggil supir untuk segera menyiapkan mobil. Setelah mobil berada di depan rumah, Febry langsung membukakan pintu dan mempersilakan Pak Bupati serta istrinya untuk naik ke atas mobil. Baru setelah itu Febry naik dan duduk di samping supir.
Selama dalam perjalan ke rumah dinas Pak Gubernur, tak ada percakapan yang berarti antara Febry sebagai ajudan dengan Pak Bupati. Febry lebih banyak memilih diam dan duduk dalam posisi sigap di jok depan. Namun pikirannya menerawang membayangkan suasana acara jamuan makan malam di rumah dinas Pak Gubernur. "Hmm... aku bakal makan enak nanti. Dan di sana nanti pasti banyak perempuan-perempuan cantik," gumamnya dalam hati.
"Dan nanti aku akan ...." Tiba-tiba sang supir menghentakkan lamunannya.
"Bang, kita sudah sampai," bisik sang supir.
"O ya," kata Febry sambil bergegas turun dan membukakan pintu belakang mobil.
Suasana acara jamuan makan malam di rumah dinas Pak Gubernur memang begitu meriah. Para tamu yang datang pun bukan orang sembarangan. Mereka adalah para pejabat teras mulai dari tingkat kotamadya, kabupaten, hingga provinsi. Rata-rata mereka datang dengan membawa istri. Tak ketinggalan juga hadir para anggota DPR, para tokoh partai, tokoh pemuda dan tokoh agama. Terlihat juga hadir para pengusaha papan atas yang datang dengan mobil mewahnya.
Para tamu tersebut dipersilakan masuk dan diarahkan menuju ruang tengah rumah dinas yang cukup luas. Di sana telah terhidang aneka jenis masakan dan minuman yang cukup membuat jakun Febry naik turun. "Waaahhh.... masakannya pasti enak-enak nih," ujar Febry dalam hati. Dia pun rasanya sudah tak sabar lagi untuk segera mencicipi aneka jenis hidangan tersebut.
Tak lama, Pak Gubernur pun muncul didampingi sang istri. Dan protokol langsung membuka acara jamuan makan malam tersebut. Sebelum Pak Gubernur memberikan kata sambutan, acara diawali dengan pagelaran tari persembahan yang dibawakan lima dara cantik. Mata Febry tak berkedip memandangi kelima gadis cantik yang membawakan tarian tersebut dengan gemah gemulai. Angan-angannya pun muncul. “Seandainya aku punya cewek cantik seperti mereka, pasti mama dan papaku setuju," khayalnya.
Selesai acara tari persembahan, Pak Gubernur lantas memberikan kata sambutan kemudian dilanjutkan dengan acara ramah tamah dan jamuan makan. "Ini yang ku tunggu-tunggu," kata Febry yang langsung mengambil piring dan memilih jenis hidangan yang sudah diincar-incarnya dari awal. Dengan piring yang penuh nasi ditambah beberapa jenis hidangan lainnya, Febry lantas mengambil posisi di pojok ruangan.
"Ini baru pergantian gizi namanya," ujar Febry dan langsung menyantap makanannya. Begitupun matanya tetap jelalatan melihat seisi ruangan kalau-kalau ada perempuan cantik yang bisa diajaknya berkenalan dan ngobrol.
Betul saja. Tiba-tiba mata Febry tertuju kepada seorang perempuan cantik mengenakan kebaya warna biru tengah berdiri seorang diri di pojok ruangan. Wajah Febry langsung sumringah dan buru-buru dia menghabiskan makanannya. Kemudian Febry mengambil dua gelas minuman dan melangkah menuju ke arah perempuan berkebaya biru tersebut.
"Hai... boleh saya menemani," ujar Febry kepada perempuan itu sambil menyodorkan sebuah gelas berisi minuman jus.
"Boleh," jawab perempuan itu lembut.
"Alamak, cantik dan lembut sekali perempuan ini," kata Febry dalam hati.
"Kenalkan, nama saya Febry. Ajudan Pak Bupati." Febry menyodorkan tangannya untuk berkenalan.
Perempuan itu menyambut sodoran tangan Febry. "Nama saya Indah."
"Kamu datang sendiri," tanya Febry.
"Nggak. Saya datang sama papa dan mama. Papa saya ketua DPR," jawab perempuan itu.
"Oh, saya kira kamu datang dengan cowoknya," tanya Febry ingin menyelidiki status perempuan itu.
"Saya belum ada cowok. Saya masih kuliah semester satu," aku perempuan itu dengan sedikit tersipu-sipu.
Melihat peluang emas di depan mata, Febry mulai meningkatkan rayuan gombalnya.
"Saya gak yakin. Masak perempuan secantik kamu belum punya cowok," rayu Febry.
"Benar. Saya belum......" Belum usai perempuan itu memberikan jawabannya, tiba-tiba Febry merasakan tubuhnya oleng dan "bruuukkk...." tubuh Febry jatuh. Tak lama Febry tersadar dan begitu dia membuka mata ternyata dia ada di dalam kamar.
"Bah, ternyata aku mimpi," katanya dalam hati.

"Busyeeeeettttt......." 

Selamat Jalan Sahabatku

"Teng...teng....teng....." Suara bel telah berbunyi menandakan jam istirahat. Saat aku berjalan menuju luar kelas. Tiba-tiba "Hai, tunggu...!" ucap seorang lelaki yang telah memanggilku.
"Maaf, kamu siapa?" tanyaku sedikit heran.
"O ya, kenali namaku Devan," kata lelaki yang berada di depanku itu sambil menjabat tanganku.
"Kalau nama kamu siapa?" tanya laki-laki itu padaku.
"Nama aku Citra," jawabku singkat.
"Kamu mau kemana?" tanyanya padaku.
"Kantin," jawabku singkat lagi.
"Kalau gitu sama dong, bareng sama aku aja. Kebetulan aku sendiri nih!" katanya sambil tersenyum.
"Ya...ya.. udah," jawabku ragu-ragu.
Aku pun berbincang-bincang dengannya sambil menuju kantin mencari makanan, karena cacing di perutku sudah mengamuk.
Tak terasa 15 menit pun berlalu dan bel pun telah berbunyi menandakan jam istirahat usai.
"Eh, Devan, aku masuk ke kelas duluan ya," ucapku sambil masuk ke ruang kelasku.
"Oke deh, Citra."
Sejak pertemuan itu, aku dan Devan mulai bersahabat. Kami bertemu tanpa sengaja mencoba akrab satu sama lain, saling mengerti dan menjalani hari-hari penuh makna. Persahabatan dengan jarak yang begitu dekat itu membuat kami semakin mengenal pentingnya hubungan ini. Tak lama kemudian, aku harus pergi meninggalkannya.
Sesungguhnya hatiku sangat berat untuk ini. Tapi apa boleh buat. Pertemuan terakhirku berlangsung sangat haru. Tatapan penuh canda itu mulai sirna dibalut duka mendalam.
"Van, maafkan aku atas semua kesalahan yang pernah aku lakukan, ya," kataku saat dia berdiri pas di depanku.
"Kamu gak pernah salah, Citra. Semua yang udah kamu lakukan buat aku itu lebih dari cukup."
"Please, tolong jangan lupain aku, Van."
"Ok. Kamu gak usah khawatir."
Sesaat kemudian mobilku melaju perlahan meninggalkan sesosok makhluk manis itu.
Sejak kami berpisah, Devan masih tetap menghubungi aku. Walaupun jarak yang telah memisahkan kami, tetapi persahabatan kami tidak akan pernah putus.
Di malam yang gelap ini aku terus memikirkannya. Mengingat semua canda tawa yang pernah kami lalui dan mengingat pertama kali berkenalan. Aku sedih jika mengingat hal itu. Sampai-sampai aku meneteskan air mata. Entah kenapa aku menganggap Devan tidak hanya sekadar seorang sahabat, tapi aku menganggapnya sudah seperti hubungan antara kakak dengan adik. Dia selalu menjahilin aku dan suka membuat aku marah.

--- Lima Tahun Kemudian ---

Tidak terasa sudah cukup lama aku berpisah dengan sahabatku, Devan. Dan hari ini, aku akan menghubunginya dan mengatakan bahwa besok aku akan pulang tepat di hari ulang tahunku, dan Devan pun akan menjemputku di Bandara.
Keesokan harinya, aku tiba di Bandara pukul 10:45 WIB. Aku harap Devan sudah menjemputku. "Tapi, kok belum kelihatan ya batang hidungnya? Apa dia masih dalam perjalanan?" kataku dalam hati.
"Ah, tapi ya sudahlah. Aku bakal tetap menunggunya sampai dia datang," aku mencoba menghibur diriku sendiri.
Tapi sudah empat jam aku menunggu, namun Devan belum juga nongol. "Devan kemana sih? Kok sampai sekarang belum datang," gumamku dalam hati sambil melihat arloji di tanganku.
Aku sudah menghubunginya lebih dari 30 kali, tapi nomornya tidak aktif. Perasaanku jadi gak enak. "Apa jangan-jangan Devan udah punya sahabat baru dan melupakan aku sahabat lamanya?" hatiku mulai meragukan kesetiaan Devan.
Karena sudah terlalu menunggu, akhirnya aku memutuskan untuk menyerah menunggui Devan di Bandara. Aku akhirnya pergi dengan menumpang taksi.
Di perjalanan, sang supir taksi bercerita kepadaku bahwa ada seorang lelaki muda mengalami kecelakaan ketika hendak menjemput seseorang di Bandara. Laki-laki itu katanya meninggal dunia di tempat. Dan kata supir taksi itu, laki-laki naas itu membawa sebingkis kado dan seikat bunga mawar. Aku langsung berpikir ke Devan.  Perasaanku semakin tidak enak. Aku langsung menghubungi nomor Devan. Tetapi masih seperti tadi, tidak aktif.
"Pak, kita ke rumah teman saya aja ya ke Jalan Merpati," kataku kepada supir taksi.
"Baik nak."
Sesampai di rumah Devan, aku melihat ada bendera warna kuning dan di depan rumahnya sudah tertata kursi dan tenda. "Ada apa ini? Kenapa begitu banyak orang di rumah Devan?" kataku sedikit heran.
Tiba-tiba "Citra..." Raka sahabat Devan memanggilku.
"Raka, kenapa kamu ada di sini. Devan mana?" tanyaku.
"Devan... Cit... Devan..." Raka menangis tanpa mampu meneruskan kata-katanya.
"Devan kenapa? Ada apa dengannya?" aku semakin penasaran.
"Devan meninggal dunia karena kecelakaan ketika hendak menjemputmu di Bandara," jawab Raka.
"A...a...apa? Devan meninggal?" tanyaku setengah tak percaya. Dan airmataku tia-tiba menetes.
"Dan ini adalah kado dan bunga mawar yang ingin diberian Devan kepadamu. Kamu tetap sabar ya Cit," ujar Raka sambil menepuk-nepuk bahuku.
Aku langsung membuka kado tersebut dan ternyata isinya sebuah boneka Teddy Bear dan terselip secarik kertas di situ.
"Selamat ulang tahun buat sahabat manisku. Maafkan aku karena tak bisa menjemputmu di Bandara. Tapi aku yakin kita pasti bakal bertemu di atas sana. Engkau adalah sahabat terbaikku. Bagaikan permata intan indah berkilau dan cahayanya bersinar. I miss u so much my best friend."
Usai membaca surat itu aku langsung memeluk erat boneka pemberian Devan. Aku tak menduga Devan telah pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya.
Setelah kepergian Devan, hari-hari yang ku jalani terasa sunyi.
"Selamat jalan sahabatku. Terima kasih telah ingin menjadi sahabat terbaikku."

***

Senin, 02 Maret 2015

Pasaman Kaya Objek Wisata

Selain memiliki objek wisata seperti yang telah disebutkan di atas, ternyata masih banyak lagi objek wisata di Kabupaten Pasaman. Berdasarkan data yang penulis peroleh dari Pasaman Dalam Angka 2012, tercatat ada 20 ditambah 3 objek wisata yang penulis cari dari sumber lain. Itu menunjukkan bahwa Kabupaten Pasaman dengan ibu kotanya Lubuk Sikaping, kaya akan potensi wisata.

Hanya saja tidak semua potensi wisata terekspose secara meluas. Mungkin hanya museum Tuanku Imam Bonjol dengan Tugu Equatornya dan pemandian air panas Rimbo Panti yang sering dikunjungi wisatawan. Itupun tingkat kunjungannya masih rendah.

Saya tidak tahu kenapa Pemerintah Kabupaten Pasaman 'menelantarkan' objek-objek wisata tersebut. Padahal kalau ditata dan dikelola dengan baik, bukan tak mungkin Kabupaten Pasaman akan lebih banyak dikenal orang. Bukan itu saja. Jika objek-objek wisata itu dikelola secara profesional akan mendatangkan pundi-pundi rupiah. Dan tentu saja roda perekonomian masyarakat akan berjalan dengan baik.



 Berikut objek-objek wisata yang ada di Kabupaten Pasaman :

01. Benteng Tuanku Imam Bonjol - Bonjol

02. Museum Tuanku Imam Bonjol - Alai Baru Bonjol

03. Candi Puti Sangka Bulan - Tanjung Medan, Kecamatan Panti   

04. Benteng Tuanku Rao - Rao

05. Inscribed Stone - Lansek Kodok, Kecamatan Rao Selatan

06. Site/Stone Statue - Padang Nunang, Kecamatan Rao Selatan

07. Batu Basurek - Sarasah, Cubadak Kecamatan Duo Koto

08. Air Terjun Bonjol - Bonjol

09. Hutan Konservasi Alam Lurah Barangin - Bonjol

10. Ikan Larangan - Batu Hampar Bonjol

11. Pemandian Batang Silasuang - Muaro Mangung, Lubuk Sikaping

12. Puncak Bukit Sariak - Muaro Mangguang

13. Air Terjun Salibawan - Salibawan, Kecamatan Lubuk Sikaping

14. Pemandian Air Panas Alam - Jambak, Kecamatan Lubuk Sikaping

15. Air Panas Rimbo Panti - Panti

16. Bendungan Panti Rao - Ampang Gadang, Panti

17. Kolam Renang Air Panas - Panti

18. Arung Jeram Batang Sumpu - Lubuk Gadang Kecamatan Mapat Tunggul

19. Air Terjun 7 tingkat - Lubuk Gadang, Kecamatan Mapat Tunggul

20. Puncak Bukit Pemampangan - Pintu Padang, Kecamatan Mapat Tunggul

21. Air Terjun Surasah - Desa Cubadak, Duo Koto.

22. Tugu Equator - Bonjol

23. Prasasti Lubuk Layang - Nagari Lubuk Layang, Rao Selatan

Minggu, 01 Maret 2015

Prasasti Lubuk Layang

Selain memiliki Candi Tanjung Medan, Kabupaten Pasaman juga memiliki sebuah prasasti yang terletak di Jorong Simpang IV, Desa Kubu Sutan, Kecamatan Rao Selatan, Nagari Lubuk Layang, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat dengan koordinat 00° 31’ 277’’ LU dan 100° 03’ 768’’ BT. Lokasinya terletak sekitar 25 m di sisi tenggara jalan yang menghubungkan Dusun Kubu Sutan dengan Kecamatan Rao. Prasasti tersebut terletak di tengah-tengah areal pemakaman umum, berbatasan dengan pemukiman penduduk di sebelah timur dan barat serta aliran Sungai Tingkarang di sebelah selatan.

Prasasti ini ditulis pada sebuah lempengan batuan sandstone yang kondisinya saat ini dalam posisi miring, karena sebagian terbenam dalam tanah. Ukuran lempengan prasasti yang tampak di permukaan adalah panjang 85 cm, sedangkan sisi lainnya dalam kondisi terbenam dan menyisakan permukaan batu sepanjang 43 cm. Lebar batu adalah 42 cm dan tebal 16 cm. Di bagian atas batu prasasti tersebut saat ini pecah. Pertulisan terdapat di dua sisi. Sisi depan terdiri dari 9 baris, dan beberapa pertulisan di bagian atas hilang. Di sisi belakang terdapat 7 baris tulisan. Kondisi pertulisan secara umum telah aus mengingat bahan yang digunakan cenderung rapuh sehingga menyulitkan upaya pembacaan.

Terdapat dua jenis tulisan pada prasasti Lubuk Layang atau disebut juga dengan Prasasti Kubu Sutan. Kedua tulisan tersebut agak berbeda dengan pertulisan yang biasa dipakai Adityawarman. Namun pertulisan tersebut sangat jauh berbeda dengan pertulisan yang umum dipakai rajaraja Sriwijaya. Pertulisan tersebut lebih mirip dengan pertulisan yang dipakai di Kamboja. Kemungkinan pertulisan tersebut berkaitan dengan Adityawarman, mengingat kebiasaannya menggunakan huruf dan bahasa yang berbeda. 

Keletakan prasasti Kubu Sutan berada di antara dua pusat kebudayaan besar, yaitu Pagaruyung dan Padang Lawas, tentu saja keduanya membawa pengaruh yang cukup kuat. Hal yang sama juga diketahui dari temuan prasasti yang terdapat daerah aliran Sungai Ganggo Hilia. Prasasti ini menggunakan setidaknya dua junis huruf dan bahasa yang berbeda, salahsatunya adalah penggunaan Bahasa Jawa. 

Adapun isi dari pertulisan prasasti tersebut adalah pengumuman mengenai penggunaan mata air, yang boleh dipakai oleh siapa saja, bahkan untuk ternak (Setianingsih, 2006: 74-75). Tidak diketahui siapa yang menulis prasasti tersebut dan untuk tujuan apa sehingga perlu dituliskan dengan huruf dan bahasa yang berbeda? Hal ini menunjukkan bahwa di daerah tersebut terdapat dua kelompok yang menggunakan dua bahasa yang berbeda.

Sabtu, 28 Februari 2015

Candi Tanjung Medan

Tak disangka ternyata bumi Pasaman menyimpan banyak potensi wisata yang bisa digali dan dikembangkan. Selain punya Taman Wisata Alam Rimbo Panti yang menyediakan sumber air panas, Museum Tuanku Imam Bonjol, Monumen Equator, ternyata Pasaman masih punya objek wisata lain yang belum terpromosikan secara luas. Yakni Candi Tanjung Medan.

Candi Tanjung Medan adalah sebuah situs purbakala yang terletak di Dusun Tanjung Medan, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Situs ini sudah lama diketahui keberadaannya oleh masyarakat sekitar, namun baru sekitar tahun 1990-an mulai pemugaran candi oleh pemerintah.



Menurut perkiraan, candi ini adalah peninggalan kebudayaan Hindu atau Budha. Hal ini dikuatkan dengan penamaan tempat di mana candi itu berada yang disebut Biaro (biara, vihara). Penduduk sekitar candi saat ini semuanya beragama Islam dan tidak mengetahui sejarah candi ini. Kemungkinan pendiri candi ini pernah menetap di sana untuk beberapa waktu sebelum akhirnya punah atau pergi meninggalkan kampung itu, karena suatu sebab yang tidak diketahui. Beberapa waktu setelah ditinggalkan barulah datang leluhur penduduk yang ada sekarang.

Terdapat dua bangunan candi yang terbuat dari batu bata dengan ukuran batanya yang relatif lebih besar daripada ukuran bata yang biasa dipakai masyarakat sekarang. Kedua bangunan yang mirip altar pemujaan itu sekarang sudah direkonstruksi dan diberi atap karena batu bata yang asli sudah banyak yang hancur. Areal sekitar candi juga sudah dipagar dengan baik.

Pengunjung yang ingin melihat candi ini dapat dengan mudah menjangkau lokasinya karena letaknya yang cukup dekat dari jalan raya Padang - Medan. Anda dapat berhenti di kilometer (km) 189 dari Padang, atau km 98 dari Bukit Tinggi, atau km 80 dari Kotanopan (sesuai yang tertulis pada tonggak kilometer terdekat). Bila anda sudah menemukan tonggak kilometer tersebut, berjalanlah kira-kira 200 meter lagi ke arah utara, dan di sebelah kanan akan terlihat sebuah persimpangan jalan tanah (tepatnya 20 meter sebelum jembatan). Ikuti jalan tanah tersebut ke arah timur dan kira-kira 200 meter anda akan bertemu saluran irigasi Panti-Rao. Nah, di seberang saluran irigasi tersebut sudah langsung disambut oleh pagar lokasi candi.

Menilik dari letak candi yang berada di pinggir Batang Sumpur, yang mengalir ke Propinsi Riau (di sana namanya berubah menjadi Sungai Rokan dan bermuara di pantai timur Sumatera) maka diperkirakan pendiri Candi Tanjung Medan datang dari daerah hilir sungai Rokan sebagaimana juga nenek-moyang orang Minangkabau yang juga diperkirakan mengikuti aliran sungai dari pantai timur Sumatera. Salahsatu bukti hal ini adalah terdapatnya kesamaan nama beberapa tempat yang ada di Kecamatan Panti dan daerah Ujung Batu (Riau), seperti Tanjung Medan, Rambah, Tambangan, dan Sontang.

Menurut sejarahnya, candi Tanjung Medan sudah ditemukan oleh gubernur pantai barat Sumatera (governeur van Sumatra’s weskust) pada 1866 masehi.
 
Dalam penelitiannya, disebutkan ditemukan gundukan bata yang diduga bentuknya seperti menara. Laporan yang dibuatnya itu disertai analisis pertanggalan yang dilakukan oleh FDK Bosch terhadap inskripsi-inskripsi pendek yang diguratkan pada lembaran emas berbentuk kelopak bunga teratai. Lembaran emas ini ditemukan di atas gundukan bata itu. Kelopak bunga melambangkan mandala yang berlatar agama Budha. Sedangkan nama dewa yang terdapat pada inskripsi ini adalah dewa penguasa mata angin timur dan barat, dewa utamanya adalah Akshobya.

Candi Tanjung Medan, meski tidak diketahui sejarah pastinya, namun ada kemungkinan berhubungan dengan tiga lokasi penemuan situs sejarah lainnya. Yaitu, Prasasti Kubu Sutan di Jorong VIII Nagari Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan, Arca Dwarapala di Jorong Padang Nunang Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao, dan kuburan Sangkar Bulan di Sungai Pandahanan.

Jumat, 27 Februari 2015

Museum Tuanku Imam Bonjol dan Tugu Equator

Selama 68 tahun Indonesia merdeka, nama Tuanku Imam Bonjol hadir mengisi buku buku pelajaran sejarah dan diabadikan pada ruang-ruang publik di negeri ini, sebagai nama jalan, universitas, stadion, bahkan pada lembaran 5.000 rupiah keluaran Bank Indonesia 6 November 2001.

Beliau adalah pemimpin paling terkenal dalam gerakan dakwah di Sumatera, yang pada mulanya menentang perjudian, laga ayam, penyalahggunaan dadah, minuman keras, dan tembakau. Tetapi kemudian mengadakan penentangan terhadap penjajahan Belanda yang memiliki semboyan Gold, Glory, Gospel sehingga mengakibatkan perang Padri (1821-1837).

Imam Bonjol bernama asli Muhammad Shahab, lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat pada 1772. Beliau merupakan putra dari pasangan Bayanuddin (ayah) dan Hamatun (ibu). Ayahnya, Khatib Bayanuddin, merupakan seorang alim ulama yang berasal dari Sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota. Nama Imam Bonjol didapat dari tanah kelahirannya yang didaulat sebagai pemimpin di daerah itu.

Untuk mengenang kisah heroiknya, di daerah ini berdiri sebuah Museum Tuanku Imam Bonjol yang menyimpan peninggalan sejarah, terutama alat-alat serta barang yang pernah digunakan Imam Bonjol dan kaumnya. Museum berdiri berdampingan dengan Tugu Equator sebagai penanda bahwa di lokasi ini tepat dilalui garis khatulistiwa.

Taman mengitari kawasan equator dan Museum sehingga lokasi ini menjadi salah satu favorit warga untuk rekreasi. Selain untuk bersantai tentu tujuan utama para wisatawan adalah menyelami sejarah perjuangan Tuanku Imam Bonjol yang terangkum dalam museum. Keberadaan museum ini merupakan suatu kebanggaan rakyat Sumatera Barat pada umumnya dan masyarakat Kabupaten Pasaman khususnya untuk mengenang jasa pahlawan.

Museum memiliki bangunan dua lantai. Pada lantai pertama kita bisa mempelajari kisah perjuangan dan silsilah Tuanku Imam Bonjol yang merupakan keturunan dari para ulama di Sumatera Barat. Pada ruang tengah terdapat dua tangga kiri dan kanan.

Ini sengaja dibuat supaya pengunjung dapat mengelilingi semua museum secara keseluruhan. Jika pengunjung naik dari tangga sebelah kanan, makanya ketika turun akan menggunakan tangga sebelah kiri. Pada lantai dua menyimpan berbagai benda peninggalan masa Tuanku Imam Bonjol.

Berbagai senjata tradisional, yakni senapan, pistol, meriam, tombak dan pedang. Sayangnya pedang-pedang di sini hanya replika, lantaran pedang asli yang pernah digunakan pahlawan nasional itu telah hilang dicuri.

Untuk menjaga agar museum tidak tampak kosong, koleksi dilengkapi berbagai benda sejarah lain, seperti keramik, beragam gerabah, gong, bahkan kostum atau pakaian kebesaran ulama. Ada juga beberapa uang kertas lama yang dipajang pada etalase khusus dan beberapa naskah kuno.

Sayangnya identifikasi dan penelusuran informasi seputar barang-barang koleksi museum ini memudar. Akibatnya, petugas museum sendiri tidak bisa memberikan keterangan yang jelas seputar barang koleksi kepada pengunjung, mana yang asli dan mana yang terkait dengan perjuangan Tuanku Imam Bonjol. Pengunjung hanya bisa mereka-reka sendiri.

Dengan areal seluas 2,5 hektar, kebanyakan anak-anak sekolah menjadi pengunjung utama yang paling sering ke museum. Kunjungan melonjak saat libur sekolah atau libur nasional. Disamping itu ada juga pelintas jalan Sumatera Barat-Sumatera Utara yang mampir ke museum.

Jalan-jalan ke Museum Tuanku Imam Bonjol, anda menemukan tiga nilai yang tinggi. Pertama, Museum Tuanku Imam Bonjol yang menyimpan rekam sejarah perjuangan pahlawan nasional Tuanku Imam Bonjol. Kedua, equator merupakan perlintasan khatulistiwa yang ditandai miniatur bola dunia yang memiliki wujud tanpa bayangan. Ketiga, keindahan alam di sekitar.

Nilai jual yang tinggi objek wisata ini, didukung akses transfortasi yang lancar dan mudah dijangkau serta adanya lokasi-lokasi wisata budaya dan alam yang bisa dipadukan. Seperti adanya benteng pertahanan Tuanku Imam Bonjol, sumber air panas alamiah sekitar 2 km dari museum.

Museum Tuanku Imam Bonjol satu lokasi dengan lokasi titik kulminasi atau disebut dengan equator. Ketika anda sampai di lokasi di Nagari Ganggo Mudiak Kecamatan Bonjol, di tepi jalan lintas Bukittinggi- Sumatera Utara, tertulis "You Are Crossing The Equator" (Anda Melintasi Khatulistiwa).

 
The Equator dilengkapi dengan tugu miniatur bola dunia, jembatan perlintasan jalan, dan goa dunia. Jembatan perlintasan ini lurus menuju gerbang museum. Sebelum sampai di museum, ada tugu pahwalan Tuanku Imam Bonjol sedang menunggangi kuda.

Namun sayang, taman yang memiliki nama cetar membahana itu namun sudah mati warna. Taman yang luas namun sepi pengunjung, museum yang gagah namun nuansa ghaibnya tinggi. Museum berlantai dua itu gelap, lukisan perjuangan Peto Syarif menghiasi dinding-dinding. Senjata golok panjang, tongkat pedang, keris, dan tombak terpajang di peti-peti kaca.

Tidak satupun lampu yang hidup, museum yang serba hitam itu, cat dinding cokelat kehitaman, kaca gelap kehitaman, ruangan tak pakai lampu juga gelap kehitaman, lukisan lama juga ada nuansa hitam, dan alat-alat peninggalan seperti keris, golok, meriam, ladiang panjang, dan tombak, semuanya masih warna lama yang punya corak warna hitamnya. Menyontak perasaan takut pengunjung, kalau-kalau kesurupan di lokasi.

Kondisi ini menggelitik di benak semua orang yang pernah berkunjung ke tempat ini. Pasaman yang sepi objek wisata, tetapi pengunjung objek wisata pun sepi. Apakah minat wisata masyarakat yang tidak ada, bagaimana membangkitkannya. Atau, tempat wisatanya yang tidak bernilai jual.

Pihak Dinas Budparpora pun ingin mengelola wisata tersebut secara profesional. Bahkan mereka sudah mengusulkan pembangunan wisata tersebut. Pada 2015 segera dibangun wisata pendidikan di Bonjol.

Objek wisata yang representative, perlu memikirkan kelengkapan akomodasi dan paket wisata. Misalkan paket wisata, banyak situs-situs sejarah di Pasaman. Kalau dibuat miniaturnya di lokasi yang luas di bonjol itu maka pengunjung yang tidak sempat mengunjungi yang asli, mereka sudah cukup menyaksikan tiruannya saja.

Kemudian, akomodasi berupa penginapan sederhana jika tidak bisa yang eksklusif. Kemudian untuk oleh-oleh, bisa diberdayakan kelompok UKM sebagai penyedia makanan khas pasaman dan pengrajin untuk membuat miniatur patung Tuanku Imam Bonjol berkuda.

Semua itu tidak sederhana dan semudah itu. Perlu keseriusan leading sektor pariwisata untuk menggenjotnya. Koordinasi dengan sektor UKM juga sangat penting. Jika memang untuk pengembangan tidak bisa lepas dari dukungan investor, itulah tujuan utama dinas pariwisata saat kunjungan kerja ke provinsi yang telah maju wisatanya. Mempelajari konsep mereka yang lebih dahulu maju dan mengaplikasikan di daerah dia berdinas.































Taman Wisata Alam Rimbo Panti


Salahsatu objek wisata yang terkenal di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, adalah Taman Wisata Alam (TWA) Rimbo Panti. Nama Rimbo Panti, berasal dari kata 'rimbo' yang berarti 'rimba' dalam Bahasa Indonesia, dan Panti adalah tempat terdapatnya obyek wisata ini, yaitu di Kecamatan Panti. Di tempat seluas 570 hektar ini selain tersimpan berbagai spesies tanaman, bahkan yang langka, tempat ini juga menjadi habitat bagi beberapa binatang langka dan dilindungi seperti, beberapa ratus jenis burung, tapir, rusa, kambing hutan, monyet siamang dan beberapa hewan buas seperti Harimau Sumatera, macan tutul, hingga beruang madu.

Selain menyimpan koleksi berbagai jenis tanaman dan hewan langka, di obyek wisata ini juga terdapat sumber air panas alami dengan suhu air mencapai 100° Celcius. Sangat berbahaya tentunya jika sampai terkena kulit manusia karena bisa menyebabkan luka bakar, sementara telur mentah yang dicelupkan ke sumber air itu hanya memerlukan waktu 10 menit untuk bisa matang.

Lokasi Taman wisata Rimbo Panti ini tidak terlalu jauh, yaitu sekitar 180 km dari ibukota Sumatera Barat, Kota Padang. Anda dapat menggunakan kendaraan pribadi/mobil rental atau kendaraan umum berupa oplet atau bus untuk bisa mencapai lokasinya.

Jika ingin menggunakan kendaraan umum dari kota Bukit Tinggi, Anda bisa naik oplet jurusan Lubuk Sikaping, kemudian Rimbo Panti, perjalanan ini kira-kira dapat ditempuh dalam waktu 3 jam.

Penunjukan Kawasan Cagar Alam Rimbo Panti (register 75) seluas 3.120 ha berdasarkan Gubernur Hindia Belanda) No. 34 Staablat 420 tanggal 8 Juni 1932, selanjutnya berdasarkan surat Keputusan Menteri Pertanian No.284/Kpts/Um/6/1979 tanggal 1 Juni 1979, sebagian areal kawasan ini dijadikan kawasan taman wisata alam seluas 570 ha. Jadi sejak tahun 1979 kawasan Cagar Alam Rimbo Panti menjadi seluas 2.550 ha.

Pada tahun 1992/1993 telah dilakukan pemancangan batas Cagar alam Rimbo Panti sepanjang 36 km yang terdiri dari batas luar sepanjang 21,6 km dan batas fungsi hutan lindung sepanjang 14,4 km dan batas fungsi dengan taman wisata 11,2 km.

Sayangnya TWA Rimbo Panti ini belum dikelola secara profesional. Taman wisata yang memiliki tiga objek utama yaitu sumber mata air panas, kolam pemandian air panas, dan gedung herbarium ini masih memerlukan perbaikan pengelolaan dari berbagai sisi. Bahkan saat ini TWA Rimbo Panti mengalami gangguan terhadap kawasan antara lain pengambilan kayu bakar, penebangan liar, dan pembuangan sampah sembarangan ke dalam kawasan.

Informasi di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pasaman, di Lubuk Sikaping, menyebutkan luas hutan lindung Rimbo Panti dalam sepuluh tahun terakhir menyusut drastis hingga 40 persen. Menurut data, luas cagar alam Rimbo Panti berdasarkan SK 34 SRBI No 420 tanggal 8 Juni 1932 mencapai 2.550 hektare ditambah Taman Wisata Rimbo Panti seluas 570 hektare. Seiring penebangan liar untuk perladangan terutama di kawasan Timur Rimba Panti yang berbatasan dengan areal persawahan rakyat mengakibatkan luas hutan lindung itu terus menyusut.

Hasil analisis terhadap pengelolaan TWA Rimbo Panti menunjukkan bahwa aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan di TWA Rimbo Panti secara umum sudah dilaksanakan tapi masih kurang dari segi monitoring dan evaluasi. Kendala pengelolaan TWA Rimbo Panti secara umum adalah belum adanya pembagian kerja yang jelas dalam kerjasama yang dilakukan BKSDA Sumatera Barat dengan Pemerintah Kabupaten Pasaman.

Keberadaan TWA Rimbo Panti perlu sentuhan tangan profesional. Jika tidak, wisata alam di Pasaman ini akan terkesan tidak terurus, dan kelamaan terancam punah. Pemerintah Kabupaten Pasaman sebenarnya bisa mengacu pada Kebun Raya Bogor yang mampu menjual hutan sebagai objek yang memiliki nilai jual.

Alam Pasaman sebenarnya memiliki nilai jual. Tapi sentuhan profesional menjadi tantangan yang tak pernah terjawab hingga saat ini. Boleh saja hutan dikemukakan, tapi keberadaan hutan harus diseimbangkan dengan permintaan wisatawan. Kesan seram dan angker yang selama ini melekat di TWA Rimbo Panti pelan-pelan bisa disingkirkan dengan beberapa fasilitas penting yang ada di situ.